Corona; Virus baru yang menjadi pagebluk global. |
"Dunia tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah wabah penyakit yang menakutkan. Ketakutan merebak, banyak negara dipaksa untuk bekerja keras menangani virus yang dapat menyebabkan kematian tersebut. Para ilmuwan dan ahli kesehatan dikejar untuk segera menemukan serum penawar virus yang sukses membuat banyak pihak kelimpungan tersebut."
Lebih mengagetkan lagi ketika kita membaca sekian
banyak berita-berita bohong seputar penyakit itu yang membuat informasi semakin
rancu. Misalnya saja sebaran informasi tentang beberapa orang yang bergelimpangan
di jalan dan dikabarkan meninggal disebabkan virus corona. Berita bohong
tesebut sukses membuat ketakutan akan virus ini mengalami eskalasi sedemikian
rupa. Apalagi di zaman yang semua orang dapat memperoleh dan menentukan sumber
beritanya sendiri secara langsung seperti hari ini.
Nyatanya foto yang disebut merupakan kejadian di Wuhan
Provinsi Hubei China tersebut adalah sebuah proyek seni pada 24 Maret 2014 di
Frankfurt Jerman yang dilakukan guna memperingati para korban kamp konsentrasi
Nazi, Katzbach. Foto itu disebarkan dengan narasi yang begitu menyentuh dan
politis. Narasi dalam foto itu juga menyebutkan bahwa foto diambil dari satelit
di Wuhan dan kejadian virus corona merupakan balasan bagi China karena
perlakuannya terhadap suku muslim minoritas China Uyghur.
Belum lagi beberapa berita bohong yang bukan hanya
membuat kita kesal, sedih dan setidaknya berfikir bagaimana musibah yang
sedemikian mengerikan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tak berperikemanusiaan
demi keuntungan pribadi semata. Berita tentang seseorang yang mendadak
meninggal di Bandara Soekarno-Hatta akibat penyakit jantung pun disalahgunakan
dan diberitakan meninggal karena terjangkit virus corona. Berita-berita lain
misalnya bahwa ada sekian penderita yang terjangkiti virus corona di beberapa
rumah sakit di Indonesia juga menjadi teror tersendiri bagi masyarakat.
Bahkan sebagian berita sudah mengarah pada politik dan
memakai analisis yang tidak logis, seperti teori konspirasi yang menyatakan bahwa
virus corona adalah senjata biologis yang “bocor” dari laboratorium di Wuhan.
Virus itu dimaksudkan untuk menyerang dan memusnahkan kaum Uyghur.
Berita-berita bohong begini digunakan untuk membuat teror, perasaan was-was dan
ketakutan di masyarakat.
Padahal berita-berita bohong itu malah akan
mengacaukan upaya pengentasan masalah. Karena akan sulit lagi ditemui berita
sahih yang layak dipercayai. Berita-berita yang diperlukan masyarakat tentang penanganan
virus yang mematikan itu akan berkelindan dengan berita-berita bohong yang
diciptakan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Jika sudah begini,
masyarakat yang akan menjadi korbannya.
Berita dalam The Guardian, tertanggal 15 Maret
2013 yang ditulis oleh Iam Sample bertajuk “Coronavirus: Is This The Next
Pandemic?, pun dikutip beberapa laman berita dan akun media sosial. Pada berita
ini memang diceritakan bahwa Professor Ali Mohamed Zaki, seorang virolog (ahli
virus) di rumah sakit Dr. Soliman Fakeeh yang berada di Jeddah telah menemukan
virus corona. Virus yang sedang menjadi pembahasan utama saat ini. Profesor
Zaki telah dipecat oleh rumah sakit di tempatnya bekerja karena telah
mengirimkan sampel dari penderita ke laboratorium Erasmus Medical Centre di
Rotterdam.
Zaki juga sudah memperingatkan tentang sebaran virus
itu guna antisipasi kepada sesama ilmuwan. Tapi karena dipecat, Zaki pun
kembali ke negara asalnya, Mesir. Virus jenis (strain) baru yang
ditemukan oleh Zaki diklaim lebih mematikan dari SARS. Lalu apakah benar bahwa
Zaki telah meramalkan tentang virus corona dan virus ini berasal dari Arab
Saudi?.
Merujuk pada situs US National Library of Medicine
National Institutes of Health (www.ncbi.nlm.nih.gov)
disebutkan bahwa virus yang ditemukan oleh Zaki itu adalah virus Middle East
Respiratory Syndrome Coronavirus atau biasa disebut dengan nama MERS-CoV. MERS
memang dipicu oleh virus corona. Virus ini kali pertama dilaporkan para 24
September 2012 oleh virolog asal Mesir Ali Mohamed Zaki di Jeddah, Arab Saudi. Pada
penderita MERS-CoV akan ditemukan beberapa gejala misalnya, demam, batuk, sesak
nafas yang kemudian bisa dengan cepat berkembang menjadi penyakit pernafasan
akut. Gejala lain yang kadang dialami adalah diare dan muntah. Setengah dari
penderita virus ini dilaporkan meninggal dunia.
Sedangkan menurut forbes.com dalam artikel yang
berjudul Wuhan Coronavirus Outbreak Shows The Importance Of Sound Science,
Sleuthing And Cooperation, yang ditulis oleh seorang kontributor senior Judy
Stone, justru menyebutkan bahwa virus corona Wuhan ini merupakan virus corona
generasi ketiga yang menyebabkan kejadian luar biasa dalam 20 tahun terakhir
ini setelah kemunculan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) . Virus
corona yang pertama dan menyebabkan kegaduhan luar biasa pada kurun 2003 silam.
Memang novel coronavirus yang diidentifikasi pertama berasal dari Wuhan adalah
virus corona ketiga yang ditemukan. Virus corona dengan segala macam variannya
sendiri sudah muncul beberapa kali.
Pertama, SARS. Virus ini menjadi kegemparan secara
global ketika menginveksi lebih kurang 8100 orang dan 774 orang dari 37 negara
diantaranya meninggal dunia. Bermula diidentifikasi sejak bulan November 2003,
kemudian mengalami “ledakan” sebaran dalam tiga bulan pertama hingga dapat
dihentikan pada Juli tahun berikutnya. Sejak itu, kasus demi kasus ditemukan.
Kasus awal dilaporkan berawal dari Tiongkok. Para ilmuwan mengindentifikasi
sebaran virus ini berkaitan dengan musang yang diperjualbelikan di pasar hewan
hidup di China. Kelelawar buah kemudian dipercaya menjadi “reservoir” virus
itu. Sampai sejauh ini korban SARS tercatat masih lebih besar dari novel
coronavirus yang ditemukan di Wuhan.
Merunut pernyataan Sugiyono Putra, seorang ahli
mikrobiologi LIPI seperti dikutip dari liputan6.com, kesamaan virus corona baru
dengan SARS mencapai 80 persen. Namun memiliki persamaan lebih sedikit dengan
MERS. Sementara masih dari sumber yang sama, seorang ahli pulmonology (salah
satu subspesialisasi penyakit dalam yang berkonsentrasi pada gangguan sistem
kesehatan pernafasan), Desilia Atikadawati yang bertugas di RS. EMC
menyatakan bahwa virus corona bukanlah virus yang paling mematikan. Hal ini
jika dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan oleh SARS. SARS yang dimulai
pada 2003 dan transmisi penyebarannya dilaporkan berhenti pada 2004 menyebabkan
kematian yang lebih tinggi dari virus corona yang sekarang. Tapi justru ini
perlu diwaspadai. “Jadi kalau keluhannya tidak begitu berat, orang tidak
terlalu aware.” Menurutnya ini pula yang menyebabkan penyebarannya
menjadi tinggi dan cepat. “Karena dalam waktu singkat, belum sampai dua bulan
juga sudah sampai hampir 10 ribu penderita di China.”
Sementara menurut Reuters, virus corona baru yang
diidentifikasi di Wuhan memiliki keganasan di bawah SARS. Ia juga memiliki
perbedaan dengan SARS. Diantaranya adalah masa inkubasi virus yang dengan mudah
menyebar sebelum gejala terdeteksi. Bahkan dikatakan penyebarannya hanya butuh
waktu sekitar satu hingga 14 hari. Sementara SARS membutuhkan waktu beberapa
minggu. SARS juga merupakan virus yang menyebar setelah masa inkubasi 2-7 hari,
sementara virus corona baru dapat menyebar kala masa inkubasi.
Virus kedua adalah MERS yang pertama kali ditemukan
menyebar di Saudi Arabia. Walaupun belum dinyatakan resmi berhenti
penyebarannya, namun sedikit sekali ditemukan suspect baru dari virus
ini. Melansir sebuah tulisan dari The Guardian, virus ini dipercaya
ditularkan dari unta. Namun dicurigai virus itu dibawa unta dari inang
utamanya, yakni kelelawar.
Virus ini membunuh sepertiga dari penderita yang
terinfeksi virus MERS. Padahal virus ini diyakini tidak mudah menular dari manusia
ke manusia. Wabah ini menewaskan 35 persen dari 2.494 penderitanya. Sejak tahun
2012, penderita MERS yang mencapai 2.494 yang berasal 27 negara menyebabkan
angka kematian mencapai 858 orang. Angka yang tentu patut membuat kita cemas.
Maka virus corona terbaru yang ditemukan di Wuhan ini tergolong
lebih ringan dari virus-virus serumpun yang pernah menjangkiti manusia dan
menyebabkan kejadian luar biasa sebelumnya, baik SARS maupun MERS. Namun
kecepatan penyebarannya yang begitu dahsyat tentu wajib untuk diwaspadai. Jika
SARS butuh waktu 4 bulan untuk menginfeksi 1.000 orang. Virus corona Wuhan atau
dikenal dengan nama novel coronavirus (2019-nCoV) ini telah menginfeksi lebih
dari 2.300 orang hanya dalam kurun waktu 27
hari sejak pertama kali ditemukan. Karena setiap orang yang positif terinfeksi
virus ini dapat menginfeksi dan menularkan kepada 10 bahkan sampai 30 orang
lain.
Sedangkan virus corona yang dilaporkan dimulai dari kota
Wuhan, sebuah kota di provinsi Hubei China ini menjadi virus baru yang menyita
perhatian banyak pihak. Virus ini juga dilaporkan sudah menyebar ke berbagai kota
di berbagai negara. Tercatat Hongkong, Macau, Taiwan, Thailand, Amerika
Serikat, Australia, Kanada, Prancis, Jepang, Malaysia, Nepal, Singapura, Korea
Selatan dan Vietnam telah melaporkan adanya dugaan orang dengan infeksi virus
ini. Bahkan laporan terakhir tak kurang dari 25 negara telah melaporkan dan
mengkonfirmasi adanya penderita virus ini di negaranya masing-masing. Bukan
tidak mungkin akan terus menyebar ke berbagai tempat lain, melihat sifat
penyebaran dan kecepatan penularannya.
Parahnya penyebaran virus ini juga tidak diketahui
dengan jelas, tak seperti virus sejenis sebelumnya. Sangat berbeda baik dengan
SARS maupun MERS. Dalam kondisi tertentu, seperti ditulis oleh South China
Morning Post bahwa ada kemungkinan virus ini hidup dalam tubuh seseorang
dengan tanpa menunjukkan gejala yang jelas. Para peneliti menyebutnya sebagai
“pneumonia berjalan.” Pneumonia dalam bahasa awam seringkali disebut sebagai paru-paru
basah, sebenarnya adalah infeksi yang mengakibatkan peradangan pada
kantong-kantong udara di salah satu atau kedua paru-paru. Pada penderita
pneumonia, sekumpulan kantong-kantong udara kecil di ujung saluran pernapasan
dalam paru-paru (alveoli) akan meradang dan dipenuhi cairan atau nanah.
Kekacauan ini menjadi semakin tidak terkendali karena
pada saat yang sama ketika virus itu dilaporkan, juga bersamaan dengan perayaan
Tahun Baru China atau biasa disebut sebagai Hari Raya Imlek. Hampir sama dengan
tradisi Idul Fitri bagi kaum muslim, atau Natal bagi kaum Nasrani, perayaan
Imlek bagi bangsa dan keturunan China adalah saat berkumpul dan berkunjung ke
keluarga. Perayaan hari Imlek, dirayakan masyarakat keturunan China seringkali
tanpa melihat latar belakang agama dan keyakinan. Itu berarti akan banyak
kunjungan dari dan ke China dari berbagai belahan penjuru dunia.
Perpaduan antara sulitnya mendeteksi infeksi dari
orang dengan suspect virus corona ini dan adanya aliran perjalanan yang
memuncak pada saat Imlek ini menjadi perpaduan yang mempercepat penyebaran
virus ini secara massif ke seluruh dunia. Hal ini didukung oleh sifat virus
yang memang secara alamiah mudah menyebar dan menular. Berbeda dengan SARS yang
menyebar setelah masa inkubasi, virus corona terbaru ini malah dapat menyebar
dan menular ketika masa inkubasi. Pun penderita pada awalnya dapat tidak
terdeteksi dan menunjukkan gejala-gejala sudah terinfeksi.
Para peneliti mengarahkan perhatiannya kepada gaya
hidup penduduk Wuhan terutama dalam hal konsumsi makanan. Di daerah Wuhan
memang terdapat pasar yang menyediakan bahan-bahan makanan ekstrem.
Binatang-binatang ekstrem atau liar dijual bebas di sebuah pasar yang bernama
Huanan Seafood Wholesale Market atau dikenal dengan pasar ekstrem Wuhan. Penjualan
hewan liar seperti kodok, ular, anjing, tikus, kucing hingga kelelawar dituding
sebagai biang masalah penyebaran virus 2019-nCoV ini. Terutama dua spesies yang
dituding berpotensi sebagai penyebar virus ini adalah ular dan kelelawar.
Setelah penyebaran virus yang demikian massif,
pemerintah China segera menutup kota Wuhan. Perjalanan dari dan ke kota Wuhan
dihentikan total demi menghindari penyebaran virus yang lebih besar. Tindakan
ini termasuk menutup pasar ikan Huanan di Wuhan yang segera menjadi “tertuduh”
sebagai lokasi berkembangnya virus. Beberapa warga asing juga terpaksa terjebak
dalam situasi yang penuh ketidakpastian.
Walaupun klaim ini segera mendapatkan sanggahan.
Misalnya dalam sebuah karya ilmiah yang dipublikasikan di The Lancet, sejumlah
peneliti lintas instansi meragukan klaim bahwa virus ini ditularkan dari pasar
Wuhan. Hal itu merujuk pada kenyataan bahwa pasien pertama yang mengidap virus
itu tidak berkaitan dengan pasar Wuhan sama sekali. Bahkan data yang disodorkan
oleh peneliti-peneliti itu menyebutkan bahwa dari 41 penderita virus corona, 13
orang diantaranya tidak berhubungan dengan pasar Wuhan.
Pernyataan para peneliti itu juga menyebabkan banyak
yang bertanya-tanya tentang akurasi data yang dikeluarkan otoritas China. Pada
awal virus ini muncul, pihak yang mengeluarkan informasi public hanya Wuhan
Municipal Health Commission. Informasi awal itu juga tak menyebut pasar Wuhan
sama sekali. Bahkan informasi awal juga menyebutkan informasi tentang tidak ada
bukti penularan virus antarmanusia.
Hal itu dikonfirmasi oleh seorang peneliti dari
Capital Medical University di Beijing, Bin Cao. Ia menyatakan bahwa ia dan
kawan-kawan penelitinya tak mengetahui benar asal virus itu berkembang. Kebiasaan
makan hewan liar memang sudah menjadi tradisi yang unik di China, lebih-lebih
ada tradisi memakan hewan itu dalam kondisi hidup-hidup. Seperti kodok yang
kerap dimakan hidup-hidup. Perilaku ini dipicu dari sebuah kepercayaan, bahwa
hewan lebih bernutrisi dan berguna bagi tubuh jika disantap hidup-hidup.
Apapun itu, demi menghindari terjangkitnya virus yang
tidak diharapkan, sebagai muslim yang baik tentu kita tetap harus menjaga
asupan makanan kita sesuai dengan kaidah dan tuntunan makanan dalam agama kita.
Islam menghendaki umatnya untuk menjaga diri (hifdzun nafs), termasuk
diantaranya adalah memastikan makanan yang dikonsumsi sebagai makanan yang
bukan hanya halal secara agama. Namun juga thayyiban. Layak konsumsi dan
berguna bagi tubuh serta menghindarkan dari mengkonsumsi makanan yang mungkin
dapat menyebabkan penyakit-penyakit tertentu. Misalnya saja mengkonsumsi hewan
liar yang tidak diketahui kebersihannya.
Pemerintah China juga sudah melakukan hal-hal yang
luar biasa untuk kejadian luar biasa ini. Misalnya saja seperti yang ditulis
oleh Daily Mail yang melaporkan pembangunan rumah sakit khusus virus corona di
Wuhan Hubei, yang dibangun dari gedung kosong menjadi rumah sakit dengan 1.000
tempat tidur hanya dalam waktu 48 jam atau dua hari. Kemampuan dan
kesiapsiagaan pemerintah China ini tentu merupakan hasil pembelajaran mereka
atas virus serumpun yang lebih ganas pada beberapa tahun sebelumnya, virus
SARS. Selain memang kemampuan manajemen logistik yang baik dari pemerintah
China. Hal yang sama juga perlu dikembangkan oleh banyak negara lain.
Langkah lain yang telah diambil oleh pemerintah China
juga cukup strategis dan taktis. Pemerintah China dilaporkan telah mengirimkan
450 tenaga medis ke Wuhan sebagai kota dengan pusat sebaran. Ratusan tenaga
medis itu dilaporkan berpengalaman dalam menangani SARS dan Ebola. Sebuah rumah
sakit lain juga sedang dibangun dari 0 dan ditargetkan selesai dalam waktu hanya
10 hari. Rumah sakit itu digunakan untuk menangani pasien khusus virus corona.
Rumah sakit itu dibangun karena adanya laporan kekurangan tempat tidur bagi
penderita virus di rumah sakit yang sudah ada.
Lalu apa langkah tepat kita sebagai bentuk refleksi
atas kejadian luar biasa di Wuhan ini?. Baik sebagai manusia Indonesia maupun
sebagai seorang muslim. Tentu refleksi yang harus dikemukakan adalah refleksi
kemanusiaan. Bukan sentimen agama, apalagi ras. tak elok pula jika anggap ini
sebagai adzab Allah kepada satu ras atau bangsa tertentu. Menghilangkan empati
kemanusiaan dari hati kita kepada sesama manusia, bukanlah watak dan corak
keimanan seorang muslim yang baik.
Baiklah kita kemukakan sebuah cerita tentang wabah
penyakit yang pernah melanda masyarakat Madinah ketika Rasulullah berada di
dalamnya. Wabah demam yang menyerang ketika para sahabat baru saja tiba di
Madinah disebut debagai wabah demam Madinah. Wabah itu menyerang madinah bahkan
ketika rombongan sahabat Rasulullah baru saja tiba di Madinah. Cerita ini
diceritakan oleh Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyah-nya merupakan riwayat dari
Hisyam bin Urwah dan Umar bin Abdillah bin Urwah yang diceritakan kepada Ibnu
Ishaq dari Urwah bin Zubair, dari Aisyah, “Bersamaan dengan kedatangan Rasulullah
di Madinah, bumi Allah itu sedang dilanda wabah demam sehingga banyak sahabat
Rasulullah yang terjangkita penyakit demam itu. Namun Allah menghindarkan
Rasulullah dari wabah itu.”
Diantara para sahabat yang terkena wabah ini adalah
sayidina Abu Bakar As-Shidiq beserta dua mantan budaknya, Amir bin Fuhairah dan
Bilal. Ketiganya diriwayatkan oleh Aisyah bahkan sampai berkata-kata tanpa
sadar atau mengigau karena beratnya demam yang diderita. Rasulullah pun sempat
mendengar aduan dari para sahabat tentang keadaan sebaran wabah itu. Syaikh
‘Aun Al-Qoddumiy dalam sebuah sarasehan Sirah Nabawiyah pun pernah menceritakan
hal ini karena jeleknya sistem sanitasi di Madinah. Hingga Rasulullah pun
kemudian memperbaiki sistem sanitasi di Madinah. Bahkan ketika beberapa sahabat
protes atas keadaan Madinah, Rasulullah berdoa dengan doa yang masyhur dan
diriwayatkan secara muttafaq alaih. “Ya Allah jadikanlah kami mencintai
Madinah sebagaimana kami mencintai Mekah atau lebih. Berkahilah mud dan
sha’-nya dan alihkanlah wabahnya ke Mahya’ah.” Mahya’ah dalam hadits ini
berarti sebuah tempat di Juhfah.
Kisah tentang wabah yang menyerang sebuah negeri juga
kita temui pada masa khalifah rasulullah kedua, sayidina Umar bin Khattab.
Ketika itu, sahabat Umar sedang dalam perjanalan menuju Syam bersama
Abdurrahman bin Auf dan Abu Ubaidah bin Jarrah, radliyallahu anhum wa radhu
anhu. Khabar yang diceritakan oleh Abdullah bin Amir ini menceritakan bahwa
Umar menghentikan perjalanan saat sampai di sebuah wilayah yang bernama Sargh.
Beliau diberitahu akan adanya wabah di daerah Syam. Abdurrahman bin Auf yang
membersamai khalifah itu lantas menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah,
bahwa Rasulullah bersabda, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah,
maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu
berada, maka jangan tinggalkan tempat itu."
Dalam hadits yang juga
diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas dan diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas
ini juga diceritakan bahwa keputusan menghentikan perjalanan itu sempat tidak
disetujui oleh Abu Ubaidah. Abu Ubaidah berargumen, bagaimana mungkin seorang
khalifah yang juga seorang muslim, takut pada wabah seakan menghindari
takdirnya?. Soal ini, Umar bin Khattab mempunyai jawaban yang diplomatis. “Aku
tidak melarikan diri dari takdir Allah. Aku lari dari takdir Allah untuk menuju
takdir Allah yang lain.”
Dari cerita diatas dan
beberapa hadits yang bisa kita dedahkan, kita juga mengenali bahwa Rasulullah
pun mengajarkan sistem isolasi pada penderita penyakit yang kemungkinan
menular. Seperti sabda beliau, "Jangan kamu terus menerus melihat orang
yang menghidap penyakit kusta." Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
itu jelas kita dapat artikan bahwa bukan melihat secara leksikal. Namun lebih
pada larangan untuk terlibat kontak fisik dalam periode lama tanpa adanya
antisipasi yang berkemungkinan akan menimbulkan penularan virus menular
tersebut.
Lebih lanjut dalam Sahih
Bukhari juga diriwayatkan sebuah hadits, "Jika kamu mendengar wabah
di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di
tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." Ini tentu
menguatkan pendapat tentang pentingnya isolasi penderita disamping juga
pentingnya langkah preventif dalam menjaga kesehatan. Namun langkah isolasi ini
tentu juga tidak boleh menghilangkan upaya penyembuhan dan penyelesaian
masalah. Terutama bagi tim medis.
Langkah preventif lain dari keberadaan virus ini
adalah menjaga vitalitas tubuh serta pentingnya memperhatikan asupan makan yang
masuk dalam tubuh kita. Tentu kita bisa turut berdebat tentang apakah virus
corona ini disebabkan dari kelelawar yang berasal dari pasar Wuhan. Namun
mafhum juga bagi kita, bahwa kesehatan kita juga banyak bergantung pada nutrisi
dan kebersihan asupan makanan kita.
Terakhir dan sebagai penutup tulisan ini. Semoga virus
ini bukan menjadi musibah kemanusiaan. Virus ini boleh menjadi musibah, namun
musibah terbesar kita adalah ketika kita kehilangan rasa kemanusiaan. Misalnya
saja dengan menyebarkan berita bohong terkait virus ini demi kepentingan
pribadi, golongan dan apalagi kepentingan politik. Juga kematian kemanusiaan
terbesar adalah ketika kita diam-diam mensyukuri musibah manusia lain apapun
agama, kepercayaan dan pilihan politik mereka.
Wallahul musta’an.
NB: Pernah tampil sebagai editorial Majalah Al-Fikrah pada akhir awal Februari. Kemungkinan data tidak lagi update.